PENTINGNYA PERANAN
PENDIDIKAN PANCASILA UNTUK MEMBANGUN GENERASI
BANGSA YANG CERDAS DAN BERKARAKTER
Karya Tulis Ini Disusun Untuk Memenuhi
Tugas Pancasila Semester Pertama
Tahun Ajaran 2012/2013
Disusun oleh:
Atika Arisanti /31801200449
FAKULTAS BAHASA
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN
AGUNG
KOTA SEMARANG
2012
KATA PENGANTAR
Assalamu’alikum.Wr.Wb
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis bisa
menyelesaikan karya tulis ini dengan baik yang ber judul ” PENTINGNYA PERANAN PENDIDIKAN PANCASILA UNTUK MEMBANGUN GENERASI
BANGSA YANG CERDAS DAN BERKARAKTER”.Karya
tulis ini disusun dalam rangka untuk memenuhi tugas semester pertama mata
kuliah Pancasila program studi Pendidikan Bahasa Inggris.
Dalam penyusunan karya tulis ini penulis banyak
mengalami kesulitan.Namun berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak
akhirnya penulis mampu menyelesaikannya dengan tepat waktu.Oleh karena itu
sudah sepantasnya penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof.
Dr, H. Laode M. Kamaludin, M.Sc. M.Eng
selaku rektor Unissula yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
memanfaatkan fasilitas yang ada.
2. Orang
tua tercinta yang senantiasa mendukung ,mendoakan,dan
memberikan bantuan baik moril maupun materiil.
3. Seluruh teman –teman tercinta yang telah banyak
membantu penulis.
Penulis
menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna
sempurnanya karya tulis ini. Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Wassalamu’alaikum,Wr.Wb.
Semarang , 3 Oktober 2012
penulis
DAFTAR ISI
A. HALAMAN JUDUL …………………………………………………
B. KATA PENGANTAR ………………………………………………..
C. DAFTAR ISI ………………………………………………………….
D. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………
1.3 Tujuan ……………………………………………………………..
1.4 Metode Penulisan …………………………………………………
E. BAB II
ISI
2.1 Arti Penting Pendidikan Pancasila…………………………………
2.2 Peran Pendidikan Pancasila ……………………………………….
2.3 Membangun Generasi Cerdas dan Berkarakter…………………….
2.4 Tujuan Membangun Generasi C erdas dan Berkarakter……………
2.5 Membangun Karakter Bangsa Melalui
Pendidikan…………….......
F. BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan………………………………………………………….
2.
Saran………………………………………………………………....
G. Daftar Pustaka …………………………………………………………...
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Seiring perkembangan zaman di era globalisasi saat ini turut
mengiringi adanya trend yang semakin dinamis dan selalu diwarnai oleh ketidakteraturan
dan ketidakpastian. Kondisi ini memunculkan kecenderungan permasalahan baru
yang semakin beragam dan multi dimensional. Teknologi informasi yang berkembang
cepat,telah membawa dampak bagi kehidupan manusia. Dapat berdampak menguntungkan dan merugikan ,berdampak menguntungkan apabila
mampu memanfaatkannya untuk meningkatkan taraf hidup. Namun juga dapat
berdampak merugikan, apabila terperdaya dengan pemanfaatan untuk kepentingan
yang negatif. Hal ini berarti dampak teknologi informasi berimplikasi secara
langsung pada perubahan berbagai aspek kehidupan, termasuk terhadap karakter
generasi muda.
Persoalan karakter para pemuda kini menjadi sorotan tajam dalam
masyarakat. Berbagai sorotan tersebut termuat dalam media cetak, wawancara,
dialog atau gelar wicara di beberapa media elektronik. Ironisnya, persoalan
yang muncul seperti meningkatnya
tindak kriminal,semakin menjadi-jadinya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN),
kekerasan, kejahatan seksual, pengrusakan, perkelahian massal, kehidupan yang
konsumtif, kehidupan politik yang tidak produktif, dan lain-lain yang seringkali
menjadi topik hangat dan tidak ada henti-hentinya untuk dibicarakan .Padahal sudah lebih dari setengah abad
bangsa Indonesia merdeka, tapi sampai saat ini justru bangsa Indonesia semakin
mengalami degradasi karakter kebangsaan. Tampaknya bangsa ini khususnya
generasi muda telah dihadapkan pada dinamika perkembangan lingkungan strategis
yang penuh dilema, tantangan hidup yang semakin kompleks dan diwarnai dengan
fenomena terjadinya degradasi nilai-nilai luhur bangsa.
Bahkan pendidikan di Indonesia saat ini
cenderung lebih mengedepankan penguasaan aspek keilmuan dan kecerdasan,
namun mengabaikan pendidikan karakter. Pengetahuan tentang kaidah moral yang
didapatkan dalam pendidikan moral atau etika di sekolah-sekolah saat ini semakin
ditinggalkan. Sebagian orang mulai tidak memperhatikan lagi bahwa pendidikan
tersebut berdampak pada perilaku seseorang.
Dalam mengahadapi masalah yang begitu
rumit dan komplek seperti di atas dibutuhkan pendidikan karakter yang
dibangun melalui pendidikan, yang
melibatkan berbagai elemen
bangsa terlebih sebagai pemangku kepentingan seperti
pendidikan pancasila misalnya. Dengan manajemen yang seperti ini
diharapkan dapat meminimalisir dan menangkal kemungkaran yang terjadi saat ini. Pendidikan pancasila diharapkan mampu menghadirkan karakter generasi muda
yang tidak hanya cerdas namun juga berkarakter. Maksudnya adalah generasi muda yang tidak hanya berkompeten tatapi juga perduli
terhadap kemajuan Indonesia. Pendidikan pancasila sangatlah
penting bagi para generasi muda Indonesia agar dapat terbentuk karakter yang unggul dan bereakhlak mulia. Sehingga mampu
bersaing, beretika, bermoral, sopan dan santun dalam bermasyarakat berbangsa
dan bernegara. Karena karakter merupakan nilai – nilai perilaku manusia yang
berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan, dan kebangsaan, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,
perhatian, dan perbuatan berdasarkan norma – norma agama, hokum, tatakrama,
budaya dan adat istiadat. Sehingga tidak
akan ada lagi tindak kriminal seperti kasus korupsi dan lainnya.
Menurut Ali Ibrahim Akbar,2000 : Ternyata
kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata –mata oleh pengetahuan dan
kemampuan teknis ( hard skill ) saja, tetapi lebih oleh pengetahuan
mengelola diri dan orang lain ( soft skill ). Hal ini membuktikan bahwa
kesuksesan seseoarang lebih ditentukan oleh kemampuan manage self daripada
kemampuan knowlage. Dan juga sebagai isyarat bahwa mutu pendidikan karakter
seperti pancasila mampu meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan di masa
yang akan datang. Maka dari itu peranan pendidikan pancasila
sangatlah penting. Dengan adanya pendidikan pancasila diharapkan bisa
menjadi motor ”perbaikan” sekaligus ”pembentukan” karakter generasi pemuda yang
tidak hanya unggul tetapi juga berakhlak mulia. Dari
uraian di atas penulis tertarik untuk mengangkat topik yang berjudul Pentingnya
Peranan Pendidikan Pancasila untuk Membangun Generasi Bangsa yang Cerdas dan
Berkarakter.
1.2 Rumusan
Masalah
Ø Apa
makna pentingnya peranan pendidikan pancasila?
Ø Bagaimana
peranan pendidikan pancasila untuk membangun generasi bangsa yang cerdas dan
berkarakter ?
Ø Apakah
maksud dari generasi yang cerdasd dan berkarakter?
Ø Bagaimana
cara menanamkan nilai-nilai pendidikan pancasila pada generasi muda Indonesia?
Ø
1.3 Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan
untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan hal – hal yang berkaitan
dengan Pentingnya Pedidikan pancasila untuk membangun generasi
muda yang berkarakter mulia. Agar pembaca mengetahui makna penting pancasila, memahami
aktualisasi pentingnya terbentuknya karakter pemuda yang tidak
hanya unggul teteapi juga berakhlak mulia, dan mengetahui cara yang paling efektif untuk menanamkan
peranan penting pancasila di era global
terhadap generasi muda, serta untuk untuk
memenuhi tugas semester pertama mata kuliah Pancasila program studi Pendidikan
Bahasa Inggris.
1.4 Metode
Penulisan
Metode
yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah menggunakan metode pustaka
yaitu penulis menggunakan media pustaka dalam penyusunan makalah ini.
BAB II
ISI
2.1 ARTI
PENTING PENDIIDKAN PANCASILA
Di Indonesia
terdapat berbagai tingkat sekolah baik negeri mapun swasta. Dimulai dari
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak – Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD),
Sekolah Tingkat Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) sampai Perguruan
Tinggi (PT). Yang menjadi pertanyaan besar “Apa itu Pendidikan?”. Dari kita
lahir, orang tua baik Ibu dan Bapak kandung kita tentu telah mengharapkan
anaknya kelak akan menjadi orang yang sukses. Ibu berharap kepada anaknya kelak
menjadi sorang dokter, sementara Ayah berharap kepada anaknya kelak menjadi seorang
insinyur. Keseluruhan diatas tidak terlepas dari yang namanya
Pendidikan,
karena pada hakikatnya pendidikan merupakan upaya sadar dari suatu masyarakat
dan pemerintah suatu negara untuk menjamin kelangsungan hidup dan kehidupan
generasi penerusnya, selaku warga masyarakat, bangsa dan negara, secara berguna
(berkaitan dengan kemampuan spritual), dan bermakna (berkaitan dengan kemampuan
kognitif dan psikomotorik)vserta mampu mengatasi hari depan mereka yang
senantiasa berubah dan selalu terkait dengan konteks dinamika budaya, bangsa,
negara dan hubungan internasionalnya (Rukiyati, M.Hum., dkk, 2008:2). Begitu
juga didorong dengan kemampuan warga negara yang mempunyai bekal ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni yang berlandaskan pada nilai – nilai keagamaan
dan nilai – nilai budaya bangsa. Sejarah masa lalu dengan masa kini dan masa
mendatang merupakan suatu rangkaian waktu yang berlanjut dan berkesinambungan.
Dalam pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila dapat
menelusuri sejarah kita di masa lalu dan coba untuk melihat tugas-tugas yang
kita emban ke masa depan, yang keduanya menyadarkan kita akan perlunya
menghayati dan mengamalkan Pancasila.
Sejarah di
belakang telah dilalui dengan berbagai cobaan terhadap Pancasila, namun sejarah
menunjukkan dengan jelas bahwa Pancasila yang berakar dia bumi
Indonesia senantiasa mampu mengatasi percobaan nasional di masa lampau. Dari
sejarah itu, kita mendapat pelajaran sangat berharga bahwa selama ini
Pancasilabelum kita hayati dan juga belum kita amalkan secara semestinya.
Penghayatan adalah suatu proses batin yang sebelum dihayati memerlukan
pengenalan dan pengertian tentang apa yang akan dihayati itu. Selanjutnya
setelah meresap di dalam hati, maka pengamalannya akna terasa sebagai sesuatu
yang keluar dari esadaran sendiri, akan terasa sebagai sesuatu yang menjadi
bagian dan sekaligus tujuan hidup. Sementara itu, Pengamatan terhadap
tugas-tugas sejarah yang kita emban ke masa depan yang penuh dengan segala
kemungkinan itu, juga menyadarkan kita akan perlunya penghayatan dan pengamalan
Pancasila.
Secara etimologi
istilah Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta. Dalam bahasa
Sansekerta Pancasila memiliki arti yaitu : Panca artinya lima,
Syila artinya batu sendi, alas atau dasar, Syiila artinya peraturan tingkah
laku yang baik. Jadi dapat disimpulkan Pancasila adalah dasar
filsafat Negara Republik Indonesia yang secara resmi disahkan oleh PPKI pada
tanggal 18 Agustus 1945 and tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, diundangkan
dalam Berita Republik Indonesia Tahun. II No. 7 tanggal 15 Februari 1946
bersama-sama dengan Batang Tubuh UUD 1945. Pandangan hidup suatu bangsa adalah
masalah pilihan, masalah putusan suatu bangsa mengenai kehidupan bersama yang
dianggap baik. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, berarti bahwa nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila itu dijadikan tuntunan dan
pegangan dalam mengatur sikap dan tingkah laku manusia Indonesia dalam
hubungannya dengan Tuhan, mayarakat dan alam semesta. Pancasila sebagai
dasar negara, ini berarti bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
itu dijadikan dasar dan pedoman dalam mengatur tata kehidupan
bernegara seperti yang diatur oleh UUD 1945. Pancasila
sebagaimana tercantum dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 dalam
perjalanan kehidupan bangsa Indonesia, khususnya sejarah kehidupan politik dan
ketatanegaraan Indonesia, telah mengalami persepsi dan interpretasi sesuai
dengan kehendak dan kepentingan yang berkuasa selama masa kekuasaannya
berlangsung. Pendidikan Pancasila mempunyai landasan yang mendukung secara
rasional akan pentingnya Pendidikan Pancasila, antara lain sebagai
berikut:
A.
Landasan Historis
Setiap bangsa
memiliki ideologi dan pandangan hidup yang berbeda satu dengan yang lainnya,
diambil dari nilai-nilai yang tumbuh, hidup dan berkembang di dalam kehidupan
bangsa yang bersangkutan. Demikianlah halnya dengan Pancasila yang
merupakan ideologi dan pandangan hidup bangsa Indonesia digali dari tradisi dan
budaya yang tumbuh, hidup dan berkembang dalam kehidupan bangsa Indonesia
sendiri. Sejak kelahirannya dan berkembang menjadi bangsa yang besar seperti
yang dialami oleh dua kerajaan besar tempo dulu yaitu Kedatuan Sriwijaya dan
Keprabuan Majapahit. Setelah berproses dalam rentang perjalanan sejarah yang
panjang sampai kepada tahap pematangannya oleh para pendiri negara pada saat
akan mendirikan negara Indonesia merdeka telah berhasil merancang dasar negara
yang justru bersumber pada nilai-nilai yang telah tumbuh, hidup dan berkembang
dalam kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia yang kemudian diformulasikan
dan disistematisasikan dalam rancangan dasar negara yang diberi nama Pancasila.
Nama tersebut untuk pertama kalinya diberikan oleh salah seorang penggagasnya
yaitu Ir. Soekarno dalam pidatonya tanggal 1 juni 1945 dalam persidangan Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atas saran dan
petunjuk seorang temannya yang ahli bahasa. Dengan demikian kiranya jelas pada
kita bahwa secara historis kehidupan bangsa Indonesia tidak dapat
dilepaspisahkan dari dan dengan nilai-nilai Pancasila serta
telah melahirkan keyakinan demikian tinggi dari bangsa Indonesia terhadap
kebenaran dan ketepatan Pancasila sebagai pandangan hidup
bangsa dan dasar negara Republik Indonesia, sejak resmi disahkan menjadi dasar
negara Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia sampai dengan saat ini dan Insya Allah
untuk selama-lamanya.
B . Landasan Kultural
Pandangan hidup
suatu bangsa merupakan sesuatu yang tidak dapat dilepas – pisahkan dari
kehidupan bangsa yang bersangkutan. Bangsa yang tidak memiliki pandangan hidup
adalah bangsa yang tidak memiliki jati diri (identitas) dan kepribadian,
sehingga akan dengan mudah terombang-ambing dalam menjalani kehidupannya,
terutama pada saat-saat menghadapi berbagai tantangan dan pengaruh baik yang
datang dari luar maupun yang muncul dari dalam, lebih-lebih di era globalisasi
dewasa ini. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia
adalah jati diri dan kepribadian bangsa yang merupakan kristalisasi dari
nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam budaya masyarakat Indonesia sendiri
dengan memiliki sifat keterbukaan sehingga dapat mengadaptasikan dirinya dengan
dan terhadap perkembangan zaman di samping memiliki dinamika internal secara
selektif dalam proses adaptasi yang dilakukannya. Dengan demikian generasi
penerus bangsa dapat memperkaya nilai-nilai Pancasila sesuai dengan tingkat
perkembangan dan tantangan zaman yang dihadapinya terutama dalam meraih
keunggulan IPTEK tanpa kehilangan jati dirinya.
C.
Landasan Yuridis
Alinea IV
Pembukaan UUD 1945 merupakan landasan yuridis konstitusional antara lain di
dalamnya terdapat rumusan dan susunan sila-sila Pancasila sebagai
dasar negara yang sah, benar dan otentik sebagai berikut :
a) Ketuhanan Yang Maha Esa
b)Kemanusiaan yang adil dan
beradab
c)Persatuan Indonesia
d) Kerakyatan yang dipimpin olrh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
e)Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia
Batang tubuh
UUD 1945 pun merupakan landasan yuridis konstitusional karena dasar negara yang
terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 dijabarkan lebih lanjut dan rinci dalam
pasal-pasal dan ayat-ayat yang terdapat di dalam Batang Tubuh UUD 1945
tersebut.
D. Landasan
Filosofis
Nilai-nilai
yang tertuang dalam rumusan sila-sila Pancasila secara
filosofis dan obyektif merupakan filosofi bangsa Indonesia yang telah tumbuh,
hidup dan berkembang jauh sebelum berdirinya negara Republik Indonesia. Oleh
karena itu, sebagai konsekuensi logisnya menjadi kewajiban moral segenap bangsa
Indonesia untuk dapat merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari baik
kehidupan bermasyarakat maupun kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai dasar
filsafat negara, maka Pancasila harus menjadi sumber bagi setiap tindakan para
penyelenggara negara dan menjiwai setiap peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia.
2.2 PERAN
PENDIDIKAN PANCASILA
Pendidikan merupakan suatu proses
pembinaan penguasaan pengetahuan, tekhnologi, keterampilan, seni, dan moral
etika bagi peningkatan daya saing manusia sebagai individu, yang selanjutnya
dapat memberikan sumbangan kepada keberdayaan masyarakat lokal, kapada
masyarakat bangsanya, dan akhirnya kepada masyarakat global.
Pada hakekatnya pendidikan pancasila
adalah upaya sadar diri suatu masyarakat dan pemerintah suatu Negara untuk
menjamin kelangsungan hidup dan kehidupan generasi penerusnya, selaku warga
masyarakat, bangsa dan Negara secara berguna (berkaitan dengan kemampuan
spiritual) dan bermakna (berkaitan dengan kemampuan kognitif dan psikomotorik)
serta mampu mengantisipasi hari depan mereka yang senantiasa berubah dan selalu
terkait dengan konteks dinamika budaya, bangsa, Negara, dan hubungan
internasionalnya. Berdasarkan UU no. 20 tahun 2003, tentang sistem pendidikan
nasional, pasal 2 menyatakan bahwa
“pendidikan Nasional Berdasarkan pancasila dan UUD 1945 ”.
Pendidikan pancasila
memberikan pambelajaran tentang pancasila yang digunakan untuk mengatur seluruh
tatanan dalam kehidupan bernegara. Artinya, dengan pendidikan ini segala
sesuatu yang berhubungan dengan ketatanegaraan Negara Kesatuan Republik
Indonesia harus berdasarkan pancasila. Hal ini juga berarti bahwa pendidikan
ini juga mengajarkan bahwa semua peraturan yang berlaku di Negara Republik
Indonesia harus bersumber pada pancasila.
Pendidikan ini mengajarkan
tujuan yang hendak dicapai bangsa indonesia, yaitu masyarakat yang adil dan
makmur, merata secara material dan spiritual. Dimana pancasila meru pakan wadah atau sarana Negara Republik Indonesia yang
merdeka,berdaulat dan bersatu dalam suasana perikehidupan bangsa yang tenteram,
tertib, damai dan dinamis.
Pendidikan pancasila
mengajarkan kebaikan dan kemanfaatan diri dalam berkarya dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Keterikatan diri dalam berpendidikan pancasila dapat
mengaplikasikan semangat dan patriotisme kehidupan yang akan membawa pada
pahamnya diri kita akan hidup berpancasila.
Pendidikan
pada dasarnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan/keahlian dala kesatuan organis harmonis dinamis, di dalam dan di luar
sekolah dan berlangsung seumur hidup. Mengembangkan kepribadian dan
kemampuan/keahlian, menurut Notonagoro (1973) merupakan sifat dwi tunggal
pendidikan nasional.
Pendidikan adalah suatu proses secara sadar dan
terencana untuk membelajarkan peserta didik dan masyarakat dalam rangka
membangun watak dan peradaban manusia yang bermartabat. Ialah manusia-manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, bersikap
jujur, adil, bertanggung jawab, demokratis, menegakkan prinsip-prinsip
kemanusiaan, menghargai sesama, santun dan tenggang rasa, toleransi dan
mengembangkan kebersamaan dalam keberagaman, membangun kedisiplinan dan
kemandirian.
Dalam
penerapan pendidikan karakter, pendidikan nilai atau pendidikan moral, sebagaimana
dikemukakan oleh D. Purpel & K.Ryan (Eds) dalam Colin J. Marsh (1996),
hendaknya memperhitungkan baik kemampuan peserta didik untuk berpikir tentang
persoalan-persoalan moral, maupun cara dimana seorang peserta didik benar-benar
bertindak dalam situasi-situasi menyangkut benar dan salah.
Karakter
yang berlandaskan falsafah Pancasila artinya setiap aspek karakter harus
dijiwai ke lima sila Pancasila secara utuh dan komprehensif yang dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Bangsa
yang Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa
Karakter
Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa seseorang tercermin antara lain hormat dan bekerja
sama antara pemeluk agama dan penganut kepercayaan, saling menghormati
kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu; tidak
memaksakan agama dan kepercayaannya kepada orang lain.
2. Bangsa
yang Menjunjung Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Karakter
kemanusiaan seseorang tercermin antara lain dalam pengakuan atas persamaan
derajat,hak, dan kewajiban; saling mencintai; tenggang rasa; tidak semena-mena;
terhadap orang lain; gemar melakukan kegiatan kemanusiaan; menjunjung tinggi
nilai kemanusiaan.
3. Bangsa
yang Mengedepankan Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Komitmen
dan sikap yang selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan
Indonesia di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan merupakan
karakteristik pribadi bangsa Indonesia. Karakter kebangsaan seseorang tecermin
dalam sikap menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan, dan
keselamatan bangsa di atas kepentingan pribadi atau golongan; rela berkorban
untuk kepentingan bangsa dan negara.
4. Bangsa
yang Demokratis dan Menjunjung Tinggi Hukum dan Hak Asasi Manusia
Karakter
kerakyatan seseorang tecermin dalam perilaku yang mengutamakan kepentingan
masyarakat dan negara; tidak memaksakan kehendak kepada orang lain;
mengutamakan musyawarah untuk mufakat dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
5. Bangsa
yang Mengedepankan Keadilan dan Kesejahteraan
Karakter
berkeadilan sosial seseorang tecermin antara lain dalam perbuatan yang
mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
Membentuk
karakter adalah Suatu proses atau Usaha yang dilakukan untuk membina,
memperbaiki dan atau membentuk tabiat, watak, sifat kejiwaan, akhlak (budi
pekerti), insan manusia (masyarakat) sehingga menunjukkan perangai dan tingkah
laku yang baik berdasarkan nilai-nilai Pancasila
2 .3 MEMBANGUN GENERASI CERDAS DAN BERKARTAKTER
a.Generasi cerdas
Generasi merupakan aset bangsa yang sangat
berharga, karena maju mundurnya suatu bangsa sangat bergantung pada generasi
yang akan melanjutkannya. Tujuan pembangunan nasional dapat tercapai bila
didukung oleh seluruh komponen bangsa, termasuk generasi muda. Pemuda mempunyai
peranan penting dalam menentukan masa depan bangsa. oleh karena itu bidang
pendidikan mempunyai peranan penting
dalam menciptakan generasi yang cerdas agar mampu meningkatkan daya saing
bangsa. Generasi cerdas adalah generasi yang mempunyai pengetahuan luas,
potensi diri yang tinggi, mempunyai keahlian dan juga ketrampilan, serta
produktif. Sudah seharusnya “Pemuda Indonesia sebagai generasi penerus bangsa
harus memiliki daya saing dan daya juang agar dapat melanjutkan pembangunan
Indonesia diera globalisasi”.(Sri Sularsih, 2010).
Faktor-faktor yang mempengaruhi
generasi cerdas:
Faktor-faktor yang mempengaruhi
dalam mencipatakan generasi yang unggul, ada dua yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal bersumber pada diri anak itu sendiri, kemauan
dan kemamapuan untuk mengembangkan dirinya. Sedangkan faktor eksternal adalah
orang tua, sekolahan, dan juga lingkungan. Selain lembaga pendidikan yang
bertugas untuk mencerdaskan bangsa, orang tua juga mempunyai peranan yang sangat
penting dalam mewujudkan generasi cerdas. Hal yang perlu dilakukan Sebagai
orang tua untuk mewujudkan anaknya menjadi anak yang cerdas: “Membangun harga
diri anak, supaya anak bisa mnghargai dan menyayangi dirinya sendiri harus
dimulai dari orang tua, karena anak-anak bisa menghargai dan mencintai dirina
jika orang tua berhasil meyakinkan mereka bahwa oarang tuanya menghargai dan
mencintai mereka. Membangun kepercayaan diri anak, kepercayaan diri sangat
penting dalam perkembangan anak. Anak-anak akan bisa mengembangkan rasa percaya
dirinya jika orang tua lebih dulu menunjukkan kepercayaannya dan menciptakan
lingkungan yang bisa mereka prediksi dan mereka yakini. Membangun kemandirian
anak, anak-anak bisa mandiri hanya jika orang tua mendorong perkembangan
independensi mereka, latih mereka mengambil keputusan berkenaan dengan diri
mereka, dan tunjukkan kepada mereka bahwa mereka bisa dipercaya”. (Elizabeth
Harley-Brewer, 2005,61).
b. Generasi
yang berkarakter
Di
samping pendidikan, faktor lain yang juga berperan dalam membentuk generasi
bangsa yang berkualitas adalah rasa iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Rasa keimanan dan ketakwaan akan membentengi seseorang dari perbuatan-perbuatan
tercela. Sebuah pepatah yang berbunyi ‘ilmu tanpa agama adalah buta’ rasanya
memang benar adanya. Setinggi apa pun ilmu yang didapatkan tanpa diikuti
kepatuhan terhadap perintah agama pasti akan binasa. Sebagai contohnya adalah
para pejabat yang terjerat kasus korupsi. Dilihat dari tingkat pendidikannya,
seorang pejabat jelas merupakan orang yang berpendidikan tinggi. Hal ini
membuktikan bahwa faktor iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa belum
tertanam dalam diri mereka. Oleh karana itu, generasi muda hendaknya mempunyai
rasa iman dan takwa, di samping juga cerdas dan kreatif. Tuhan lah yang
seharusnya kita takuti. Dengan demikian, manusia tidak akan berani melakukan
perbuatan-perbuatan keji karena Tuhan senantiasa melihat setiap perbuatan yang
kita lakukan dan setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban. Untuk
menanamkan faktor di atas kepada generasi muda, Pemerintah Indonesia telah
memasukkan materi pendidikan agama ke dalam kurikulum pembelajaran di sekolah.
Selain itu, kegiatan keagamaan seperti majelis taklim dan peringatan hari besar
agama juga merupakan solusi lain dalam rangka menanamkan dan meningkatkan
keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan. Dengan demikian, terbentuklah generasi
penerus pilihan yang cerdas, kreatif, berakhlak mulia, dan mengedepankan
nilai-nilai keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan.
Membangun generasi berkarakter merupakan
gagasan tujuan penting yang akan membawa dampak besar
bagi bangsa karena sebagai
bangsa yang terdiri atas berbagai sukubangsa dengan nuansa kedaerahan yang
kental, bangsa Indonesia
membutuhkan
kesamaan pandangan tentang budaya dan karakter yang holistik sebagai bangsa.
Hal itu sangat penting karena menyangkut kesamaan pemahaman, pandangan, dan
gerak langkah untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat
Indonesia. Faktor-faktor dalam membentuk karakter generasi bangsa
indonesia antara lain :
1.Ideologi
2. Politik
3. Ekonomi
4. Sosial Budaya
5. Agama
6. Normatif ( Hukum & Peraturan Perundangan )
7. Pendidikan
8. Lingkungan
9. Kepemimpinan
2.4 TUJUAN MEMBANGUN GENERASI CERDAS DAN BERKARAKTER
Membangun Generasi yang Cerdas dan Berkarakter
bertujuan
untuk membina dan mengembangkan karakter para
generasi penerus bangsa sehingga mampu mewujudkan
masyarakat yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan
beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta berkeadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Generasi cerdas
dan berkarakter adalah kualitas perilaku para penerus bangsa
yang khasbaik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan
perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa
dan karsa, serta olah raga seseorang atau sekelompok orang.
membangun
generasi yang cerdas dan berkarakter adalah
upaya kolektif-sistemik suatu negara kebangsaan untuk mewujudkan kehidupan
berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan dasar dan ideologi, konstitusi,
haluan negara, serta potensi kolektifnya dalam konteks kehidupan nasional,
regional, dan global yang berkeadaban untuk membentuk generasi bangsa
yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong
royong, patriotik, dinamis, berbudaya, dan berorientasi Iptek berdasarkan
Pancasila dan dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.5 MEMBENTUK KARAKTER BANGSA LEWAT PENDIDIKAN
Aspek pendidikan adalah aspek
terpenting dalam membentuk karakter bangsa. Dengan mengukur kualitas
pendidikan, maka kita dapat melihat potret bangsa yang sebenarnya, karena aspek
pendidikanlah yang menentukan masa depan seseorang, apakah dia dapat memberikan
suatu yang membanggakan bagi bangsa dan dapat mengembalikan
jati diri bangsa atau sebaliknya. Pendidikan seperti apa yang
diberikan agar anak didik memiliki karakter bangsa dan mampu mengembalikan jati
diri bangsa dan mampu membentuk elemen-elemen dalam core values? Apakah masalah
yang terdapat dalam otoritas pelaksana pendidikan di bangsa ini? Setidaknya ada
empat faktor utama yang harus diperhatikan: faktor kurikulum, dana yang
tersedia untuk pendidikan, faktor kelaikan tenaga pendidik, dan faktor
lingkungan yang mendukung bagi penyelenggaraan pendidikan. Keempat faktor ini
terkait satu sama lain untuk dapat menghasilkan SDM dengan karakter nasional
yang mampu bersaing di era global, yang akhirnya dapat mengembalikan jati diri
bangsa.
Pada masalah aspek otoritas
pendidikan, anak didik sebetulnya hanya ditekankan pada sapek kognitif saja.
Akibatnya adalah anak didik yang diberi materi pelajaran hanya sekedar ‘tahu’
dan ‘mengenal’ dengan apa yang didapatkannya, tanpa memahami apa yang mereka
pelajari apalagi menerapkannya pada kehidupan sehari-hari. Padahal aspek yang
lainnya, seperti afektif dan psikomotorik adalah hal penting yang harus didik.
Karena institusi pendidikan seharusnya dapat membuat anak didik menerapkan apa
yang diajari, karena sesungguhnya itulah kegunaan dari ilmu pengetahuan. Apakah
anak didik di bangsa ini hanya akan menjadi ‘manusia robot’ yang tidak memiliki
rasa toleransi dan apatis pada kehidupan sosialnya? Lalu bagaimana generasi
seperti ini dapat mengembalikan jati diri bangsa?
Kita tidak tahu standar apa yang
dipakai dalam otoritas pendidikan di negara ini, yang akhirnya anak didik yang
dihasilkan dari institusi pendidikan di negara ini tidak banyak yang mampu
untuk menerapkan ilmu dan pengetahuan yang mereka dapatkan di tempat
pendidikannya, apalagi untuk mengajarkannya pada orang lain. Penanaman karakter
anak didik dengan mengabaikan aspek afektif dan psikomotorik tidak akan
berhasil menghasilkan generasi penerus yang memberikan dampak positif bagi
bangsa. Mungkin memang nilai di atas kertas raport dan IPK terlihat bagus dan
memuaskan, akan tetapi ketika anak didik tidak mampu menerapkan ilmu yang
mereka dapatkan apa gunanya ilmu yang mereka punya? Otoritas pendidikan harus
menerapkan aspek-aspek pendidikan yang ditetapkan oleh lembaga pendidikan PBB,
UNESCO, yaitu belajar untuk tahu (learn to know), belajar untuk berbuat (learn
to do), belajar untuk menjadi diri sendiri (learn to be her/himself), belajar
untuk hidup bersama (learn to live together). Ketika semua aspek itu dapat
dijalankan maka bangsa ini akan memiliki generasi yang dapat dibanggakan, bagi
bangsa maupun bagi seluruh dunia. Pendidikan bukan hanya transfer ilmu tanpa
aktualisasi ilmu, akan tetapi pembentukan karakter diri dan bangsa dengan ilmu
yang didapat, hingga akhirnya mereka para generasi muda dapat mengembalikan
jati diri bangsa dengan ilmu yang mereka punya.
Banyaknya faktor atau media yang
mempengaruhi pembentukan karakter ini menyebabkan pendidikan untuk pengembangan
karakter bukan sebuah usaha yang mudah. Secara normatif, pembentukan atau
pengembangan karakter yang baik memerlukan kualitas lingkungan yang baik juga.
Dari sekian banyak Faktor atau media yang berperan dalam pembentukan
karakter, dalam risalah ini akan dilihat peran tiga media yang saya yakini
sangat besar pengaruhnya yaitu: keluarga, media masa, lingkungan sosial, dan
pendidikan formal:
a.
Keluarga
Keluarga
adalah komunitas pertama di mana manusia, sejak usia dini, belajar konsep baik
dan buruk, pantas dan tidak pantas, benar dan salah. Dengan kata lain, di
keluargalah seseorang, sejak dia sadar lingkungan, belajar
tata-nilai atau moral. Karena tata-nilai yang diyakini seseorang akan tercermin
dalam karakternya, maka di keluargalah proses pendidikan karakter berawal.
Pendidikan di keluarga ini akan menentukan seberapa jauh seorang anak dalam
prosesnya menjadi orang yang lebih dewasa, memiliki komitmen terhadap nilai
moral tertentu seperti kejujuran, kedermawanan, kesedehanaan, dan menentukan
bagaimana dia melihat dunia sekitarnya, seperti memandang orang lain yang tidak
sama dengan dia –berbeda status sosial, berbeda suku, berbeda agama, berbeda
ras, berbeda latar belakang budaya. Di keluarga juga seseorang mengembangkan
konsep awal mengenai keberhasilan dalam hidup ini atau pandangan mengenai apa
yang dimaksud dengan hidup yang berhasil, dan wawasan mengenai masa depan.
Dari sudut
pandang pentingnya keluarga sebagai basis pendidikan karakter, maka tidak salah
kalau krisis karakter yang terjadi di Indonesia sekarang ini bisa dilihat
sebagai salah satu cerminan gagalnya pendidikan di keluarga. Korupsi misalnya,
bisa dilihat sebagai kegagalan pendidikan untuk menanamkan dan menguatkan nilai
kejujuran dalam keluarga. Orang tua yang membangun kehidupannya di atas
tindakan yang korup, akan sangat sulit menanamkan nilai kejujuran pada
anak-anaknya. Mereka mungkin tidak menyuruh anaknya agar menjadi orang yang
tidak jujur, namun mereka cenderung tidak akan melihat sikap dan perilaku jujur
dalam kehidupan sebagai salah satu nilai yang sangat penting yang harus
dipertahankan mati-matian. Ini mungkin bisa dijadikan satu penjelasan mengapa
korupsi di Indonesia mengalami alih generasi. Ada pewarisan sikap permisif
terhadap korupsi dari satu generasi ke generasi berikutnya.
b.
Media masa.
Dalam era
kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi sekarang ini, salah satu faktor
yang berpengaruh sangat besar dalam pembangunan atau sebaliknya juga
perusakan karakter masyarakat atau bangsa adalah media massa, khususnya
media elektronik, dengan pelaku utamanya adalah televisi. Sebenarnya besarnya
peran media, khususnya media cetak dan radio, dalam pembangunan karakter bangsa
telah dibuktikan secara nyata oleh para pejuang kemerdekaan. Bung Karno, Bung
Hattta, Ki Hajar Dewantoro, melakukan pendidikan bangsa untuk menguatkan
karakter bangsa melalui tulisan-tulisan di surat kabar waktu itu. Bung Karno
dan Bung Tomo mengobarkan semangat perjuangan, keberanian dan persatuan melalui
radio. Mereka, dalam keterbatasannya, memanfaatkan secara cerdas dan arif
teknologi yang ada pada saat itu untuk membangun karakter bangsa, terutama
sekali: kepercayaan diri bangsa, keberanian, kesediaaan berkorban, dan rasa
persatuan. Sayangnya kecerdasan dan kearifan yang telah ditunjukkan generasi
pejuang kemerdekaan dalam memanfaatkan media massa untuk kepentingan bangsa
makin sulit kita temukan sekarang. Media massa sekarang memakai teknologi yang
makin lama makin canggih. Namun tanpa kecerdasan dan kearifan, media massa yang
didukung teknologi canggih tersebut justru akan melemahkan atau merusak
karakter bangsa. Saya tidak ragu mengatakan, media elektronik di Indonesia ,
khususnya televisi, sekarang ini kontribusinya ’nihil’ dalam pembangunan
karakter bangsa. Saya tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa tidak ada program
televisi yang baik. Namun sebagian besar program televisi justru lebih
menonjolkan karakter buruk daripada karakter baik. Sering kali pengaruh
lingkungan keluarga yang baik justru dirusak oleh siaran media televisi. Di
keluarga, anak-anak dididik untuk menghindari kekerasan, namun acara TV justru
penuh dengan adegan kekerasan. Di rumah, anak-anak dididik untuk hidup
sederhana, namun acara sinetron di tevisi Indonesia justru memamerkan kemewahan.
Di rumah anak-anak dididik untuk hidup jujur, namun tayangan di televisi
Indonesia justru secara tidak langsung menunjukkan ’kepahlawanan’ tokoh-tokoh
yang justru di mata publik di anggap ’kaisar’ atau ’pangeran-pangeran’
koruptor. Para guru agama mengajarkan bahwa membicarakan keburukan orang lain
dan bergosip itu tidak baik, namun acara televisi, khususnya infotainment,
penuh dengan gosip. Bapak dan ibu guru di sekolah mendidik para murid untuk
berperilaku santun, namun suasana sekolah di sinetron Indonesia banyak
menonjolkan perilaku yang justru tidak santun dan melecehkan guru. Secara umum,
banyak tayangan di televisi Indonesia, justru ’membongkar’ anjuran berperilaku
baik yang ditanamkan di di rumah oleh orang tua dan oleh para guru di sekolah.
c.
Pendidikan formal
Pendidikan
formal, sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, diharapkan berperan besar dalam
pembangunan karakter. Lembaga-lembaga pendidikan formal diharapkan dapat
mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun demikian pengalaman Indonesia selama empat
dekade terakhir ini menunjukkan bahwa sekolah-sekolah dan perguruan tinggi
dengan cara-cara pendidikan yang dilakukannya sekarang belum banyak
berkontribusi dalam hal ini. Di atas telah diuraikan, kecenderungan lembaga
pendidikan formal yang merosot hanya menjadi lembaga-lembaga pelatihan adalah
salah satu sumber penyebabnya. Pelatihan memusatkan perhatian pada pengembangan
keterampilan dan pengalihan pengetahuan. Sedangkan pendidikan mencakup bahkan
mengutamakan pengembangan jati diri atau karakter, tidak terbatas hanya pada
pengalihan pengetahuan atau mengajarkan keterampilan. Harus diakui bahwa
pendidikan formal di sekolah-sekolah di Indonesia, dari sekolah dasar sampai
perguruan tinggi, secara umum menghabiskan bagian terbesar waktunya untuk
melakukan pelatihan daripada pendidikan. Kegiatan pendidikan telah teredusir
menjadi kegiatan ’mengisi’ otak para siswa sebanyak-banyaknya, dan kurang
perhatian pada perkembangan ’hati’ mereka. Keberhasilan seorang guru diukur
dari kecepatannya ’mengisi’ otak para siswanya. Sekolah menjadi ’pabrik’ untuk
menghasilkan orang-orang yang terlatih, namun belum tentu terdidik . Namun
demikian, ini tidak berarti bahwa secara praktek pendidikan sama sekali
terpisah dari pelatihan. Dalam pendidikan dikembangkan juga berbagai keterampilan.
Namun pengembangan keterampilan saja tidak dengan sendirinya berarti
pendidikan, walaupun hal itu dilakukan pada lembaga yang secara resmi diberi
nama lembaga pendidikan, seperti universitas, institut teknologi, dan yang
lainnya.
Oleh karena itu,
pembangunan Indonesia harus mengarah kepada kesempurnaan manusia dan harus
dapat memanusiakan manusia, bukan membangun secara fisiknya saja tetapi juga
harus berdampak pada kualitas manusia dan merubah peradaban manusianya maka
bumi Indonesia menjadi layak sebagai tempat tinggal manusia (surga dunia),
bukan tempat bagi manusia jadi-jadian. Pada saat ini pembangunan fisik,
teknologi, dan ilmu pengetahuan di dunia telah maju pesat, tetapi kondisi
manusia menjadi jauh sekali dari kondisi manusia yang sempurna kemanusiaanya.
Kita sekarang menjadi robot-robot hidup yang penuh dengan ketakutan-ketakutan
yang diakibatkan oleh penemuan manusia itu sendiri, tidak mengarah kepada
kedamaian dan ketenangan yang dibutuhkan dan diinginkan oleh manusia yang sudah
sadar. Mereka tidak tahu arah hidupnya, mereka menjadi budak-budak konsumsi
dari apa yang mereka ciptakan sendiri, yang akhirnya hati mereka mati. Mereka
terlalu mempertuhankan apa yang mereka ciptakan, mereka terlalu diperbudak oleh
otak kiri (akalnya) mereka. Mereka tidak mempergunakan kemampuan otaknya secara
sempurna, yaitu menggunakan otak kiri, otak kanan dan bawah sadar, serta
kekuatan hati nurani. Karena kebimbangan serta stress yang berkepanjangan,
mereka tidak dapat menemukan jati dirinya. Diri mereka selalu dihubungkan dan
dilekatkan dengan dunia luar. Semua yang ada di luar dirinya menjadi melekat
dan memperbudak mereka, mereka menjadi budak dan terpenjara selama-lamanya.
BAB III
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Dari uraian di atas
dapat kita simpulkan bahwa pendidikan pancasila merupakan
satu aspek penting untuk membangun karakter generasi bangsa. Hampir semua
bangsa menempatkan pembangunan pendidikan sebagai prioritas utama dalam Program
Pembangunan Nasional. Sumber daya manusia yang bermutu yang merupakan Produk
Pendidikan dan merupakan kunci keberhasilan suatu Negara. Oleh sebab itu
pendidikan sangat diharuskan sekali karena memberikan peranan yang sangat
penting baik itu untuk diri sendiri, oang lain ataupun Negara. Untuk diri
sendiri keuntungan yang didapat adalah ilmu, untuk orang lain kita bisa mengajarkan ilmu yang kita ketahui kepada orang yang
masih awam dan untuk Negara jika kita pintar maka kita akan mengangkat nama
baik Negara kita di dunia internasional.
Pancasila sebagai
pedoman pelaksanaan pembaharuan sistem pendidikan
memeiliki peranan yang sangat penting yaitu diharapkan mampu mendukung upaya
mewujudkan kualitas masyarakat Indonesia yang maju dan mampu menghadapi
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Wajib Belajar Sembilan
Tahun merupakan implementasi dari pancasila sebagai ideologi negara yang
merupakan program bersama antara pemerintah, swasta dan lembaga-lembaga sosial
serta masyarakat. Penuntasan Wajib Belajar
Sembilan Tahun adalah program nasional. Oleh karena itu, untuk mensukseskan
program itu perlu kerjasama yang menyeluruh antara antara pemerintah, swasta
dan lembaga-lembaga sosial serta masyarakat,karena program ini sangat baik
untuk meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab kita semua terhadap masa depan
generasi penerus bangsa yang berkualitas serta upaya mencerdaskan kehidupan
bangsa.
2. SARAN
Sudah
saatnyalah pendidikan nasional mengambil peranan penting dalam membentuk generasi muda yang tidak hanya cerdas tetapi juga
berkarakter. Karakter bangsa yang saat ini tidak
sesuai dengan cita-cita dan harapan bangsa dapat diperbaiki dengan:
1.
Merubah mindset
Perubahan
cara berpikir, hendaknya tidak dilakukan hanya oleh Pemerintah saja, namun juga
seluruh elemen pendidikan, mulai dari Pemerintah, sekolah, guru, murid,
keluarga, hingga individu-individu pribadi. Perubahan cara berpikir meliputi
pemahaman tentang tujuan dan visi misi pendidikan nasional.
2.
Penataan ulang konsep
pendidikan
Pemerintah
harus mengambil langkah-langkah strategis dalam upaya pembangunan pendidikan
nasional. Pemerintah juga harus dapat menjamin bahwa seluruh anak usia sekolah
dasar akan memperoleh pendidikan dasar. Konsep pendidikan ke depan berupaya
menciptakan suasana belajar dan sumber belajar yang memungkinkan anak didik
mencapai kesejahteraan batin dalam belajar dengan penuh kebebasan, sesuai
dengan gaya belajar anak masing-masing. penciptaan suasana dan konsep
pendidikan, hendaknya berhubungan dengan nilai-nilai kreativitas serta
penciptaan.
3.
Pemahaman tentang pilar pendidikan yang
humanis
Pendidikan
bukan hanya berupa transfer ilmu pengetahuan dari satu orang ke orang yang
lain, tapi juga mentransformasikan nilai-nilai ke dalam jiwa, kepribadian, dan
struktur kesadaran manusia itu. Hasil cetak kepribadian manusia adalah hasil
dari proses transformasi pengetahuan dan pendidikan yang dilakukan secara
humanis.
4. Pemahaman bahwa pendidikan adalah faktor kunci
Pendidikan
menjadi kunci bagi semua hal, dengan pendidikan, manusia memiliki daya untuk
membagi pengetahuan meski tidak harus berlevel-level. Namun dari pendidikanlah
semua ilmu pengetahuan dapat dikuasai, dan pemahaman tentang suatu hal dapat
terjadi.Oleh karena itu, penting bahwa pemahaman pendidikan sebagai faktor
kunci dipahami dengan baik, untuk membuka cakrawala berpikir dengan luas.
5.
Dilakukan terprogram
bersama-sama
Seluruh
program pendidikan haruslah saling menunjang satu sama lain. Saling mendukung,
itulah fungsi saling mengisi satu sama lain, antar program pendidikan.
6.
Bergerak bersama-sama
dengan semua elemen
Sebuah
mobil tidak akan berjalan, bila roda-rodanya berjalan saling berlawanan arah.
Ibarat roda, elemen-elemen pendidikan, pihak-pihak yang menangani persoalan
pendidikan haruslah berjalan beriringan dan selaras satu lain. Pemerintah,
legislatif, sekolah, guru, siswa, bahkan keluarga dan individu, harus paham dan
siap bergerak bersama-sama.
Akhirnya,
pendidikan mengambil peranan yang tidak pernah usai dan tidak berujung dalam
rangka membangun karakter bangsa yang utuh, karena karakter bangsa itu sendiri
selalu berproses menurut perkembangan dan dinamika bangsa. Karakter yang sesuai
dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Keberlanjutan proses ini memerlukan
komitmen, konsistensi, dan waktu yang lama. Tak lupa pula, pembentukan karakter
bangsa diperlukan keterlibatan seluruh komponen bangsa guna membangun Indonesia
yang maju, mandiri, kuat ,
dan berkepribadian.